Categories

Budaya (3) Cerpen (2) Cooking (1) Curhat (29) Curug (1) Famz Story (4) fiktif (3) Film (14) Foto (36) Hiking (30) Indonesia (80) INDONESIA BAGUS (7) Info (111) Islam (3) Jepang (7) Kampus (83) Kartun (1) Kids (2) Komputer (34) Kopdar (1) Korean Fever (14) Listing Program (8) Look Alike (10) Maen (28) Multimedia (9) Musik (3) Muslimah (4) Ramadhan (1) Review (16) SAR (2) Sekedar Tulisan (49) Shout Out (6) SI (53) Situs Bersejarah (2) Team Mandalawangi (1) Trip (33) Tugas (86) Untuk Negeri (76) Video (3) Wisata (11)

Sabtu, 21 September 2013

Inilah Caraku Mencintai Mu.. [Part II]


Andin, Vita, Lita, Ial, Zaky, dan Andra masih duduk ditempat yang sama. Sepertinya mereka sudah meminum cangkir kopi kedua mereka, dan sempat memesan beberapa cemilan yang tersedia di café.
“Maaf lama. Client gue nelpon tadi”, aku kembali duduk di kursi ku. Meminum kopi yang sekarang sudah dingin karena ku tinggal lama. Mengambil beberapa cemilan yang tersedia di meja. Aku dan Tyo kembali duduk berdampingan, dia kembali sibuk dengan ponselnya.
“Iya, nggak apa-apa Tita. Tapi tumben mau ngangkat, biasanya lu paling males diganggu client kalo bukan jam kerja”
“Client gue yang ini termasuk orang penting, jadi mau nggak mau, gue kudu jawab”, aku mencoba mengelak perkataan Vita. Aku memang tidak pernah mau menjawab telepon client diluar jam kerja, dan mereka semua tahu kebiasaanku.
“Guys, gue ngadain acara silaturahmi ini untuk minta maaf karna kemaren gue udah 2 kali nggak bisa ikut hiking bareng kalian. Bukan karna gue sok sibuk, tapi emang karna kerjaan gue kali ini nggak bisa di tinggal. Lusa gue bakal Jambi, dan insha allah, setelah pulang dari Jambi gue bisa hiking bareng kalian lagi”
Aku terdiam mendengar perkataan Tyo barusan, menahan air mata yang tiba-tiba terus mendorong ingin keluar. Tyo hanya akan pergi ke Jambi untuk beberapa saat, seharusnya aku tidak perlu sedih. Aku dan Tyo tidak memiliki hubungan khusus, bahkan untuk sekedar bertukar kabar pun tidak kami lakukan selama ini. Sekarang, apa alasan ku menangis.
“Tita, lu kenapa?”, Lita memegang tangan kanan ku, menyadarkan ku.
“Hah? Nggak ko. Kenapa emangnya?”
“Mata lu merah, Ta”
Aku sedikit kaget mendengar perkataan Lita, dan segera mengeluarkan cermin berwarna ungu muda dari tas ku.
“Oh, tadi gue sempet kelilipan pas di atas, terus gue sempet kucek-kucek mata. Merah deh jadinya. Gue ke toilet dulu ya”. Aku meneteskan beberapa tetes obat mata ke mata ku, dan segera kembali berkumpul dengan yang lain.
Kami bersembilan kembali menyusun rencana untuk pendakian berikutnya, tidak untuk waktu dekat ini melainkan untuk 4 bulan yang akan datang.
*** 

Sekitar jam setengah sebelas malam kami menyudahi pertemuan kami. Mobil kami seketika ramai karena ada Andin dan Vita. Mereka terus membicarakan tunangan mereka masing-masing, menyusun rencana tentang konsep pernikahan mereka nanti.
“Kalian beneran mau nikah tahun depan?”, Lita menengok ke arah Vita dan Andin yang ada di jok belakang.
“Insha allah, jika Tuhan mengijinkan Lit. Kan nggak baik nunda-nunda pernikahan”, jawaban Andin kali ini sedikit religius, membuat kami semua tersenyum mendengarnya. Vita mengangguk setuju dengan perkataan Andin.
“Lu kapan punya pacar Ta? Masa kalah sama Lita”
Vita lagi-lagi menanyakan hal yang sama pada ku. Sampai saat ini, hanya akulah yang masih sendiri. Lita sudah berpacaran dengan Andra sejak setahun lalu. Mereka berdua benar-benar serasi, sikap mereka yang cuek dan sering bercanda membuat mereka selalu kompak. Lita yang sangat doyan makan, dan Andra yang sekarang bekerja sebagai kepala koki di salah satu hotel di Jakarta. Aku memilih tidak berpacaran sampai saat ini. Mungkin karena perasaan kagumku pada Tyo yang terlalu besar, sehingga sulit bagiku untuk membuka hati kepada pria lain.
“Pacar? Langsung nikah gue maunya. Bismillah aja, semoga jodohnya cepet dateng”, aku tersenyum di balik kemudi. Sekarang bagian ku untuk menyetir.
“Eh iya, denger-denger Tyo udah tunangan loh. Tapi nggak tau bener apa nggaknya sih”
Aku merasa sesak mendengar perkatan Lita kali ini. Aku terus berusaha konsentrasi untuk menyetir.
 “Dari siapa kabar itu Lit?”
“Andra. Seminggu yang lalu dia bilang itu ke gue. Tapi gue nggak nanya-nanya lagi”
“Pasti tunangannya sama religiusnya sama Tyo”
“Kayanya sih gitu”
Lita, Vita, dan Andin terus membicarakan Tyo, membuatku semakin tidak betah berada satu mobil dengan mereka. Aku memilih diam mendengarkan pembicaraan mereka.

***

Pada akhirnya....
Persimpangan jalan itu menjadi titik akhir aku melihatnya.
Sekarang, semua berakhir.
Bukan tidak ingin terus mengejar.
Tapi memang sudah saatnya kami berpisah.
Melupakan semua kenangan kecil antara kami.
Dia yang terus berjalan sambil menatap masa depan.
Dan aku yang kini berada pada titik masa lalu.

-Tita -

***

To : Tita
From : Tyo
Ta, besok ada waktu kosong selepas zuhur?
Ada yang ingin aku bicarakan.
Aku tunggu di Zoo Cafe.

Insha allah ada Yo.
Sampai ketemu besok. J


Aku kembali membaca buku religi yang baru aku beli tadi siang. Semenjak aku bertemu dengan Tyo tiga tahun lalu, aku mulai mematangkan pengetahuan agama ku. Lebih mendekatkan diri pada-Nya agar aku tidak salah jalan lagi kali ini. Aku selalu mencurahkan semua perasaanku terhadap Tyo seusai shalat, semua itu membuat ku lebih tenang, membuat ku lebih mengerti apa itu cinta. Cinta yang selama ini aku rasakan dalam diam.
Tok tok tok...
“Ta, belum tidur?”, Lita sedang berdiri di balik pintu kamar ku.
“Belum. Lu kenapa belom tidur? sekarang kan udah jam 12 malam, biasanya jam 9 aja udah tidur”
Lita melangkahkan kakinya ke dalam kamarku, duduk di kursi yang ada di samping kasur ku. Walaupun kami kembar, sekarang kami sudah dewasa dan punya privasi masing-masing. Sejak awal kami mengontrak rumah ini, kami langsung memutuskan untuk tidur di kamar terpisah.
“Gue nggak bisa tidur nih. Perasaan gue gelisah. Lu nggak kenapa-kenapa kan Ta?”, aku terdiam mendengar pertanyaan Lita. Benar. Lagi-lagi batin Lita merasakannya. Aku membenarkan posisi duduk ku, menutup sebentar buku yang ku baca.
“Lit, batin lu bener. Seharusnya gue cerita ini semua ke lu dari dulu”, aku menarik napas pelan, Lita mengangguk meminta ku meneruskan kalimat ku.
“Tyo. Rasa kagum yang dulu sempet gue bilang ke lu, sekarang berubah jadi rasa suka....”
“Tapi, Tyo udah tunangan Ta”, Lita memotong perkataan ku.
“Iya, gue tau. Sekarang gue lagi nyoba pelan-pelan untuk ngelupain dia ko. Gue nggak mau suka sama suami orang”, aku tersenyum pada Lita. Lita mengangguk pelan lalu memelukku. Sudah lama aku tidak cerita tentang perasaan suka ku pada seseorang. Selama ini selalu saja Lita yang selalu menceritakan tentang hubungannya dengan Andra.

***

Minggu. 
Aku dan Lita sudah sibuk sejak pagi. Kami memutuskan untuk menata ulang pot-pot yang ada di halaman depan. Membersihkan jendela dan kusen yang mulai kotor. Menata ulang posisi semua perabotan rumah, yang untungnya hanya sedikit.
“Iya Ndra, aku lagi beresin rumah sama Tita. Kamu kesini dong, bantuin aku sekalian beliin sarapan buat aku dan Tita.”
“Iya.”
“Makasih Andra, kamu emang jagoan aku. Hahahaha....”
Aku tersenyum melihat Lita yang sibuk berbicara lewat telepon dengan Andra. Aku mulai berfikir jika Lita menikah dan hanya tinggal aku yang menghuni rumah ini.
“Tita......, nanti Andra dateng bawa sarapan. Gembok pagernya buka aja”
“Iya”, aku segera membuka gembok yang masih menempel di pagar. Sudah menjadi kebiasaan kami selalu menggembok pagar karena memang jarang ada tamu yang datang ke rumah.
Lita membersihkan jendela, kusen, dan perabotan dari debu. Aku bagian menyapu, mengepel, dan menata ulang posisi pot di halaman depan.
Lita mulai menyalakan musik dari laptopnya di kamar dan di sambung speaker agar bisa terdengar oleh kami. Lagu Love Today milik Mika selalu menjadi lagu favorit kami setiap hari Minggu. Setiap mendengar lagu itu, kami merasa semangat.

♫♫
Everybody's gonna love today,
Gonna love today, gonna love today.
Everybody's gonna love today, gonna love today.
Anyway you want to, anyway you've got to,
Love love me, love love me, love love.

I've been crying for so long,
Fighting tears just to carry on,
But now, but now, it's gone away.

Hey girl why can't you carry on,
Is it 'cause you're just like your mother,
A little tight, like to tease for fun,
Well you ain't gonna tease no other,
Gonna make you a lover.
♫♫

***

“Tada....... Makanan datang”, Lita sedikit berlari masuk ke dalam rumah membawa dua kantong plastik berisi sarapan untuk kami, Andra mengikutinya juga membawa satu plastik berisi minuman jus.
“Hai Tita, masih semangat aja”, Andra mulai mengeluarkan semua makanan dan minuman dari plastik dan menaruhnya di meja ruang tamu. Aku hanya tersenyum padanya kali ini, pot-pot masih kutaruh asal di halaman. Aku bingung harus menatanya seperti apa agar lebih terlihat fresh.
Lita sudah kembali dari dapur dan membawa piring dan garpu untuk kami. Dia sudah menyelesaikan semua tugasnya hari ini.
“Tita, makan dulu deh. Nanti aja ngurus potnya, biar Andra yang ngatur”.
Aku menyetujui perkataan Lita, dan segera ikut sarapan bersama Lita dan Andra. Nasi uduk yang sudah menjadi langganan Lita dan Andra menjadi santapan kami, Andra juga membelikan jus jeruk dan sirsak untuk kami.
Kami bertiga mulai mengobrol sambil menghabiskan sarapan kami. Aku terus menggoda Lita dan Andra, menanyakan kapan mereka akan memutuskan untuk menikah. Orang tua kami sudah setuju dengan hubungan Lita dan Andra, Andra juga sudah cukup mapan untuk menghidupi Lita nanti.
“Kaka ipar, gue sih sebenernya mau nikah cepet-cepet sama Lita. Menjauhkan fitnah gitu, tapi Litanya tuh yang masih belom siap. Katanya mau nunggu lu nikah dulu”.
“Hahahaha.... Jangan nunggu gue. Gue masih belom nemu orang yang tepat sampe sekarang. nanti juga kalo udah nemu, langsung nikah”.
Obrolan kami mulai mengarah ke masa depan Lita dan Andra. Lita ingin foto prewed saat pendakian jika menikah nanti. Impian semua para pendaki wanita sepertinya sama.

***

 Aku terus mengecek jam di pergelangan tangan kiri ku. Sudah setengah jam aku menunggu Tyo di Zoo Cafe. Kopi yang ku pesan sudah mau habis, aku terlalu gelisah kali ini sehingga aku terus meminum kopi ku. Baru kali ini Tyo ingin bertemu dengan ku, dan dia membuat kesan yang buruk.
Aku mulai menyalakan laptop untuk mengerjakan tugas kantor yang belum sempat aku lanjutkan sejak kemarin. File ‘Reunion’ masih tersimpan rapi di dokumen pribadi ku, file berisi foto-foto saat pendakian bersama Lita, Andra, Tyo, Vita, Andin, Zaky, Ial, dan Lilo.
“Tita, maaf gue telat”, Tyo langsung duduk di depanku, aku hanyat tersenyum padanya walau ada kesal karena harus menunggunya lama di sini.
“Ada apa sih Yo? Tumben banget lu ngajak gue ketemu”
“Ta, gue udah tunangan”
Aku terdiam, dada ku mulai sesak, air mataku terus mendorong ingin keluar. Aku tidak bisa berbuat apapun sekarang. Perasaan ku selama ini pada Tyo, harus benar-benar aku lupakan. Dia telah memilih wanita lain, wanita yang lebih baik dari ku. Air mataku benar-benar mengalir sekarang. Hati ini terlalu sakit. Aku harus merelakan Tyo pergi meninggalkan ku.
“Ta, maaf. Keputusan ini harus gue ambil....”
“Yo, jangan minta maaf ke gue. Gue nangis bukan karna sedih, tapi gue turut seneng ngedenger lu udah tunangan, artinya lu bakal nikah nggak lama lagi”
Aku menghapus air mataku, mencoba tersenyum pada Tyo yang sejak tadi terus menatap kearah ku. Tatapan yang semakin membuat aku sedih karena kehilangannya. Tatapan yang pertama kali aku lihat selama aku mengenalnya.
“Yo, gue ada janji. Nggak bisa lama-lama nih. Gue balik duluan ya. Salam untuk calon istri mu”, aku berdiri dan meninggalkan Tyo yang masih duduk di bangkunya.
Air mataku kembali mengalir mengingat ucapannya tadi. Aku terus berjalan tanpa tahu harus kemana, pikiranku benar-benar buntu sekarang. Aku hanya ingin pergi sejauh mungkin dari Tyo, aku tidak ingin mengingat semua kenangan tentang Tyo.

***

Aku masih duduk di pinggir pantai, menatap matahari yang mulai terbenam, sambil mendengarkan musik dari MP3 player ku. Lita beberapa kali menghubungi ku, tapi selalu aku abaikan. Lita hanya akan memastikan keadaanku sekarang, lalu menanyakan keberadaanku, dan akhirnya dia akan menjemputku. Sekarang aku jauh lebih tenang, aku mulai bisa menerima perkataan Tyo tentang pertunangannya.
Tidak semua kisah cinta dalam diam berakhir seperti kisah Fatimah dan Ali yang berakhir pada pernikahan, tidak semua kisah cinta berakhir indah seperti kisah Aladdin dan Jasmine, dan tidak semua kisah cinta berakhir tragis seperti kisah Romeo dan Juliet. Semua punya kisahnya masing-masing. Tuhan tidak pernah salah dalam mengurus takdir, Tuhan tidak pernah tertukar dalam mengurus jodoh.

♫♫
Ku melintas pada satu masa
Ketika ku menemukan cinta
Saat itu, kehadiranmu
Memberi arti bagi hidupku

Meskipun bila saat ini
Kita sudah tak bersama lagi
Ada satu yang kurindu
Kehangatan cinta dalam pelukanmu

Biarkan aku melukiskan bayangmu
Karena semua mungkin akan sirna
Bagai rembulan sebelum fajar tiba
Kau selalu ada walau tersimpan
Direlung hati terdalam.

Biarkan aku melukiskan bayangmu
Karena semua mungkin akan sirna
Bagai rembulan sebelum fajar tiba
Kau selalu ada walau tersimpan
Direlung hati terdalam.

Karena semua mungkin akan sirna
Bagai rembulan sebelum fajar tiba
Kau selalu ada walau tersimpan
Selalu kusimpan, direlung hati terdalam.
♫♫

***

“Tita............ Lu kemana aja? Gue khawatir. Gue telepon nggak di angkat, gue sms nggak di bales”, Lita langsung memelukku saat aku masuk rumah. Aku belum mampu mengatakan apapun pada Lita. Hati ku kembali sakit melihat sikap Lita saat ini, kembali mengingat pembicaraan ku dengan Tyo di cafe tadi.
“Sorry Lit udah bikin khawatir. Gue nggak kenapa-kenapa kok, udah ya gue ke kamer dulu. Cape, mau istirahat”.
Aku meninggalkan Lita di ruang tamu, ada Andra di sana yang pasti akan menenangkannya. Hati dan fisik ku sangat lelah sekarang. Aku berbaring di atas kasur ku, melihat ke arah langit-langit kamar yang sengaja ku cat biru langit.

Aku rindu awan...
Aku rindu Mandalawangi..
Aku rindu kebersamaan ku dengan Tyo tiga tahun lalu..
Aku rindu melihat senyumnya..

♫ Is this love... Feeling restless inside... ♫

Aku meraih ponselku yang sudah berdering beberapa kali, nomor tidak dikenal. Mungkin seorang client.
“Tita....”, Aku terdiam, perasaan ku mulai tak karuan setelah mendengar suara itu. Ada rasa kesal, senang, sekaligus sedih. Aku menarik napas panjang mencoba mengatur suara ku agar menjadi normal.
“Iya, saya Tita”
“Maaf ganggu, gue Tyo. Lu baik-baik aja kan Ta?”
“Iya Yo. Gue baik kok. Lu udah sampe di Jambi? Jangan lupa bawa oleh-oleh khas Jambi ya kalo pulang ke Depok”, aku terus mencoba menetralkan sikap ku pada Tyo. Aku tidak ingin dia tahu keadaan ku sekarang, dia sudah memiliki tunangan dan aku tidak boleh mengganggunya.
“Iya Ta, ini baru sampe hotel. Pasti gue bawain kok. Mmmm.... Ya udah, selamat istirahat ya Ta. Sorry ganggu”
“Iya, selamat istirahat juga Yo...”
Aku segera menutup telepon setelah Tyo menutup teleponnya lebih dulu. Entah apa yang ada dipikiran Tyo saat ini, apa alasan Tyo menghubungi ku tengah malam begini. Dia benar-benar seorang pria yang baik.

***
3 Bulan Kemudian

To   : Tita

Tita, seharusnya aku mengatakannya tadi, tapi mungkin karena aku terlalu memikirkan tentang pertunangan ku sehingga aku lupa menyampaikan hal yang jauh lebih penting.
Tita..
Terima kasih atas perasaan mu selama ini padaku.
Aku sudah lama mengetahuinya, walaupun kamu belum pernah mengucapkannya padaku. Aku terkadang membaca tulisan di blog milik mu. Aku bersyukur kamu bisa menemukan apa arti ‘keyakinan dan Tuhan’ dalam hidup. Kamu harus tetap menjaganya selalu.
Tita..
Maaf, aku kembali membuat mu sakit hati atas pertunangan ku. Tapi, pasti Tuhan sudah menyediakan laki-laki yang lebih baik dari ku untuk mu.
Aku senang melihat kamu tersenyum, tertawa, bahkan saat kau sedang merayu yang lain dengan canda mu.
Tita..
Aku mengkhawatirkan mu.
Ku harap kamu benar-benar bahagia atas pertunangan ku. Jangan pernah meneteskan air mata di depan laki-laki. Kau adalah perempuan yang tangguh.

La Takhaf Wa La Tahzan. Innallaha Ma’ana...

 - Tyo -

Lututku lemas, aku terjatuh dan terduduk di lantai. Air mataku tidak berhenti setelah membaca surat yang diberikan Andra pada ku. Surat dari Tyo, yang belum sempat ia berikan padaku. Dadaku benar-benar terasa sesak sekarang, ada rasa sakit hati campur haru.
Tyo, dia meninggal dua bulan lalu. Pesawat menuju Papua yang ditumpanginya mengalami kecelakaan, dan semua penumpang dan awak kapal dinyatakan meninggal dunia. Aku sempat menghadiri pemakamannya, dan bertemu dengan tunangannya. Wanita yang cantik dan solehah, dia juga ramah. Benar-benar wanita yang sempurna.
Semua kenangan tentangnya seketika muncul, kenangan kami bersembilan, dan semua kenangan pendakian yang kami lakukan bersama.

Tyo, terimakasih...
***





Tidak ada komentar:

Posting Komentar