Categories

Budaya (3) Cerpen (2) Cooking (1) Curhat (29) Curug (1) Famz Story (4) fiktif (3) Film (14) Foto (36) Hiking (30) Indonesia (80) INDONESIA BAGUS (7) Info (111) Islam (3) Jepang (7) Kampus (83) Kartun (1) Kids (2) Komputer (34) Kopdar (1) Korean Fever (14) Listing Program (8) Look Alike (10) Maen (28) Multimedia (9) Musik (3) Muslimah (4) Ramadhan (1) Review (16) SAR (2) Sekedar Tulisan (49) Shout Out (6) SI (53) Situs Bersejarah (2) Team Mandalawangi (1) Trip (33) Tugas (86) Untuk Negeri (76) Video (3) Wisata (11)

Rabu, 23 April 2014

Salak 1 - Welcome Home [Part IV]

Catper lanjutan dari, "Jangan Jadikan Ini Sebuah Akhir".

13 April 2014. Sekitar pukul 10.30 pagi
Kami sudah memulai perjalanan turun dari 2.211 mdpl. Kaki yang harus kembali bekerja keras untuk berjalan dan menahan badan agar tidak terpeleset. Mata pun harus lebih teliti memilih pijakan, karena salah sedikit kakimu bisa terkilir! Hati yang harus lebih bersabar, karena kami kembali turun-naik bukit untuk kembali. 

Jalur Salak yang lembab dan sedikit licin, membuat kami lebih waspada saat turun ketimbang saat mendaki. Saya? Seperti biasa, saya lebih memilih duduk lalu melangkah ketimbang melompat kebawah. Resiko terkilir atau cidera pergelangan kaki akan lebih sedikit. Namun akibatnya, saya akan menghambat orang yang ada di belakang saya.

Ala Power-Ranger!!!
Beberapa kali kami harus turun dengan webbing, dan seketika mengingatkan saya dengan kegiatan revling saat SMA dulu. Saya mengikuti ekskul Pecinta Alam di SMAN 2 Majalengka dan kegiatan yang menjadi favorit saya adalah revling! Melompat dari atas jembatan dan mendarat di sungai. 

Selasa, 22 April 2014

Salak 1 - Jangan Jadikan Ini Sebuah Akhir [Part III]

12 April 2014
Sekitar pukul 19.30 di 2.210 mdpl - Gunung Salak

Kami, para kaum hawa dari kawanan pendaki yang sedang kelaparan, sudah memulai acara masak-memasak untuk menu makan malam ini. Riska dan Irma yang lebih banyak mengambil peran koki, saya dan Tifah bisa jadi hanya sebagai asisten koki yang banyak bicara. Mamduh dan Iqbal yang sudah selesai dengan tenda mereka, ikut nimbrung dengan kawanan ibu-ibu. Bukan! Mereka bukan membantu masak!

Mamduh yang sibuk memeriksa kulit betisnya yang pada akhirnya harus ternoda oleh luka gores dari pepohonan, dan saya yang berganti peran menjadi seorang perawat. Perawat seorang anak kecil yang kakinya terluka.

Kata Tifah saat pendakian Pangrango hampir setahun lalu, “Walaupun lukanya kecil, harus di obatin. Takut infeksi. Kalo udah infeksi, bisa gawat”.



Acara masak-memasak menjadi tidak karuan karena kehadiran 2 makhluk ini, dan ditambah bang Peppy yang mulai terjangkit virus gombal Iqbal. “Kenapa kaum Luth ada di sini sih?”, itu ucapan bang Peppy saat sadar (hanya sekali). ^^

Cukup aku aja yang kamu cuekin, Makanannya mah jangan!!
Karena kaum adam yang semakin lama semakin ramai di area ‘dapur umum’ untuk mencari seonggok kopi hangat, saya, Tifah, dan Irma memilih untuk berganti costum di dalamtenda. Entah berapa lama kami bertiga berada di dalam tenda, tiba-tiba Riska ikut masuk ke tenda, dan mengajak kami makan.

Senin, 21 April 2014

Salak 1 - Perjalanan Ini [Part II]

12 April 2014

Pintu gerbang “Selamat Datang” merupakan titik awal pendakian kami. Tak ada lagi jalanan aspal. Tanah pijakan yang lumayan lembab, pohon-pohon yang sudah bisa dibilang rapat, dan tanjakan tentunya. Kami terus berjalan, sesekali pula kami istirahat.

Saya kurang olahraga!

Nafas yang semakin terengah-engah, keringat pun tidak berhenti mengalir dari tubuh saya. Bisikan hati kembali muncul setiap kali saya merasa lelah, “Shinta kuat? Ini Salak! Bukan Prau atau Pangrango! Puncak masih jauh! Kapan terakhir olahraga? Berapa kali mendaki bawa cerrier? Sudah ijin ke mama papa?”

Sekitar pukul 10 pagi kami sampai di Simpang Bajuri. Persimpangan antara jalur menuju puncak Gunung Salak 1 dan jalur menuju Kawah Ratu.


Jumat, 18 April 2014

Salak 1 - Kami Memulainya Dari Sini [Part I]

11 April 2014

Dimulai dari saling cari satu sama lain yang memang kebanyakan dari kami (11 orang) belum pernah bertemu muka secara langsung, kami hanya dipertemukan oleh aplikasi whatsapp di ponsel masing-masing. 

Toro yang "gue pake baju ijo di depan loket" berhasil saya temukan pertama kali di Stasiun Pondok Cina (Pocin). Wahyu yang "gue udah di dalem stasiun sama Irma" menjadi urutan kedua yang saya temukan bersama Riska. Abdan dan Mahdi yang "gue juga udah di dalem stasiun, lu di mananya Way?", menjadi makhluk terakhir yang saya temukan di Pocin setelah dengan-tidak-sengaja, saya menemukan Iqbal dengan balutan kaos kuning super mentereng ditambah tas Cerrier warna orange yang masih SANGAT KOSONG, seolah ada tulisan "SILAHKAN ISI CERRIER SAYA, SAYA IKHLAAAAS..".


Alhasil kami berkumpul di Stasiun PoCin sekitar pukul 8 malam dan seperti biasa, kereta menuju Bogor selalu penuh di waktu pulang kantor, apalagi hari Jumat seperti hari ini. Kami harus menunggu kereta yang sedikit lebih sepi agar kami semua terangkut tanpa ada bisik-bisik dari penumpang lain. 

Kamis, 17 April 2014

Menggapai Puncak 2.211 mdpl - Salak 1



Lumayan lama jemari ini tidak mengetikkan cerita dalam blog. Hampir saja para laba-laba nakal memulai untuk membuat rumah mereka disini.

Kembali melangkah bersama!
Dimulai saat saya 'ikut nimbrung' dalam percakapan para kaum adam di twitter mengenai hiking dan pada akhirnya saya benar-benar harus ikut serta dalam pendakian kali ini. Dengan PD-nya pula saya mengiyakan, karena mengira mereka akan ke Gunung Gede. 

Setelah tanya ini-itu barulah saya diberitahu bahwa mereka merencanakan mendaki Gunung Salak. SALAK!! Salah satu gunung yang sangat saya segani, karena banyak cerita mistis di sana. Rasa ingin mundur selalu ada. Ada rasa tidak percaya diri, takut, dan sebagainya. Tanya sana-sini dan mencoba meyakinkan diri, akhirnya saya benar-benar bersedia ikut serta dalam pendakian.

Wahyu yang bertugas mengumpulkan massa untuk pendakian, Bang Peppy yang bertugas menjadi Guide kami, Gustya yang sedang masa karantina bertugas meminjamkan gears, sedangkan saya cukup menjadi wanita penuh perhatian (cek ricek semua yang diperlukan nantinya).