Categories

Budaya (3) Cerpen (2) Cooking (1) Curhat (29) Curug (1) Famz Story (4) fiktif (3) Film (14) Foto (36) Hiking (30) Indonesia (80) INDONESIA BAGUS (7) Info (111) Islam (3) Jepang (7) Kampus (83) Kartun (1) Kids (2) Komputer (34) Kopdar (1) Korean Fever (14) Listing Program (8) Look Alike (10) Maen (28) Multimedia (9) Musik (3) Muslimah (4) Ramadhan (1) Review (16) SAR (2) Sekedar Tulisan (49) Shout Out (6) SI (53) Situs Bersejarah (2) Team Mandalawangi (1) Trip (33) Tugas (86) Untuk Negeri (76) Video (3) Wisata (11)

Jumat, 25 Oktober 2013

Gn.Prau - Dieng. Dari Golden Sunrise Sampai Se-dus Carica!! (Part III)


Babe, Mba Yetti, Mba Olin, Laras, Siska, Pahala, Hafid sudah jalan lebih dulu. Sisanya, Saya, Athifah, Medya, Hesti, Ryan, Gustya, dan Mas Pi berjalan dengan jarak yang cukup jauh. Kami lebih memilih jalan santai, sambil beberapa kali berhenti untuk mengabadikan keindahan alam yang telah Tuhan ciptakan untuk kami.

Bukit Teletubies + Padang Lonte Sore (bunga Daisy)



Track menuju Dieng tenyata cukup jauh. Naik-turun bukit, tapi pemandangan yang tersaji dapat menyegarkan kami melewati track ini. Karena tracknya yang tidak terlalu ekstrim, kami malah banyak mengobrol, bahkan Athifah menyalakan mp3 player dari blackberry miliknya.

Istirahat setelah mendaki bukit.
Sekitar pukul 3 sore, kami sampai di tempat wisata Tuk Bimo Lukar. Tapi ternyata, tim Babe tidak mengunjungi tempat ini, mereka beristirahat di Masjid yang lumayan jauh dari Tuk Bimo Lukar. 

Ohiya, mitosnya jika mencuci muka atau meminum air dari mata air disini, nantinya akan awet muda. Coba hitung! Umur kami berkisar 21-22 tahun, setelah cuci muka, berapakan umur kami?? Ya! Umur kami tidak berubah, tapi mungkin wajah kami terlihat lebih muda, seperti murid PAUD.  ^^


Batas kawasan Dieng
Mata Air di Tuk Bimo Lukar. Ada seorang ibu lagi nyuci baju dibalik tembok.
Sudahkah terlihat lebih muda?? hehehe...
Istirahat setengah jam di Tuk Bimo Lukar kami gunakan untuk mencuci muka. SEGAAAAAR....
Kata Mas Pi, jika ada ritual agama Hindu, biasanya tempat ini ramai oleh orang Bali, mereka juga mengambil air disini untuk dibawa ke Bali.

Saat kami istirahat, ada keluarga yang mampir untuk mencuci muka dan mengambil air di sini. Mulai dari kakek-nenek sampai cucunya juga ada. 

Rencana awal, setelah kami turun dari Gn. Prau, kami akan bermalam di Talaga Warna. Tapi Mas Pi menyarankan kembali ke Basecamp dan bermalam di basecamp, barulah besok pagi kami ke Talaga Warna. Karena Team Babe tidak kunjung datang, kami memutuskan untuk kembali ke Basecamp lebih dulu. Kami menumpang mini bus sampai Basecamp Petak Banteng dengan tarif Rp 2000.

Setelah kami sampai di Basecamp, kami segera menaruh barang-barang kami, istirahat sebentar, lalu mencari makan. Jalan kesana-kesini tapi tidak ada warung nasi yang lengkap, akhirnya kami menyantap nasi bungkus yang dijajakan di depan Basecamp. 

Satu bungkus nasi berisi Nasi putih dicampur nasi merah, sayur tempe, dan bihun, sebuah tempe goreng. Porsi nasi yang lumayan banyak, bahkan saya tidak menghabiskannya karena kekenyangan.   Transaksi dimulai, semuanya hanya Rp 2.600, awalnya saya pikir saya salah dengan tapi tidak. Nasi bungkus Rp 2000 dan tempe goreng Rp 600, disana juga ada beberapa stiker Prau dengan harga Rp 2000 untuk ukuran kecil, Rp 3000 untuk ukuran sedang, dan Rp 4000 untuk ukuran yang lebih besar.

Sekitar setengah jam kemudian, Hafid dan yang lainnya sampai di basecamp. Tapi, Siska dan Pahala tidak ada. Ternyata Siska dan Pahala sudah pulang lebih dulu ke Jakarta, ayah Siska menelepon dan menyuruh Siska pulang saat itu juga.

Jangan lupa baca ini :
Part I : http://tanyashinta.blogspot.com/2013/10/gnprau-dieng-dari-golden-sunrise-sampai.html
Part II : http://tanyashinta.blogspot.com/2013/10/gnprau-dieng-dari-golden-sunrise-sampai_24.html 
Part IV : http://tanyashinta.blogspot.com/2013/10/gnprau-dieng-dari-golden-sunrise-sampai_26.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar