Categories

Budaya (3) Cerpen (2) Cooking (1) Curhat (29) Curug (1) Famz Story (4) fiktif (3) Film (14) Foto (36) Hiking (30) Indonesia (80) INDONESIA BAGUS (7) Info (111) Islam (3) Jepang (7) Kampus (83) Kartun (1) Kids (2) Komputer (34) Kopdar (1) Korean Fever (14) Listing Program (8) Look Alike (10) Maen (28) Multimedia (9) Musik (3) Muslimah (4) Ramadhan (1) Review (16) SAR (2) Sekedar Tulisan (49) Shout Out (6) SI (53) Situs Bersejarah (2) Team Mandalawangi (1) Trip (33) Tugas (86) Untuk Negeri (76) Video (3) Wisata (11)

Minggu, 29 April 2012

Cerpen Part I - Lamaran Itu

Kala itu aku masih duduk manis di bawah pohon rindang, bersama angin-angin yang berhembus sopan melewati celah-celah rambut seperti adegan iklan sampo. Sesekali ku melihat jam yang ada pergelangan tangan kanan ku, sudah satu jam lebih aku setia menunggunya di sini.

Ya, aku sedang menunggu seseorang di sini. Seseorang yang sangat spesial bagi ku, dan sudah lama aku tidak bertemu dengannya. Awalnya aku ingin langsung pulang, tapi tiba-tiba ponsel ku berdering dan tertulis 'si Gendut'. Dia hanya bicara "Tunggu aku di taman pertama kali kita bertemu. Aku sudah sampai di Jakarta, aku akan menjemputmu disana", dan ia menutupnya tanpa menunggu aku bicara.

Hanya 100 meter letak taman itu dari kampus ku. Jadi, aku hanya perlu berjalan kaki ke tempat itu. Tapi entah kenapa selalu saja aku berlari jika dia sudah menyuruhku ke taman itu, padahal aku tahu dia selalu telat menemui ku. Aku selalu tidak sabar untuk bertemu dengannya.

Sudah 5 tahun aku mengenalnya dan baru 3 tahun terakhir aku menjadi kekasihnya. Tapi kami tidak seperti sepasang kekasih pada umunya. Kami tidak bisa setiap hari bertemu, kami dipisahkan oleh jarak. Dia bekerja di luar kota, dia hanya bisa bertemu dengan ku jika dia sedang tidak ada pekerjaan. Awalnya sulit bagi ku untuk mempertahankan hubungan yang seperti ini. Tapi lama-kelamaan aku mengerti apa artinya suatu hubungan.

Tidak selamanya aku berada disampingmu, dan tidak selamanya kamu berada di samping ku. Adakalanya saat kita benar-benar bersama nantinya, aku akan tetap meninggalkan mu untuk pekerjaan ku. Aku adalah seorang laki-laki dan sudah menjadi tanggung jawab ku untuk menafkahimu jika kita sudah menikah kelak. Jarak bukan masalah, semua akan baik-baik saja. Kau harus percaya pada ku, dan aku tidak akan mengecawakan kepercayaan mu. 

Itu yang diucapkannya waktu itu, saat dimana aku berada dalam masa-masa sulit saat aku harus berpisah dengannya. Tapi aku langsung tersadar dengan ucapannya. Dia benar dan aku percaya padanya.

"Chum chuuuuuuuuum...!!!"
Si Gendut datang menghampiri ku, tapi untuk sesaat aku hanya diam tanpa ekspresi. Aku pangling melihatnya. Dia tambah terlihat gemuk sekarang, dia mempunyai kumis sekarang, dan rambutnya terlihat baru di pangkas. Masih ada sisa-sisa potongan rambut di kaos yang ia kenakan.

"Gendut, kemana aja sih? aku udah sejam menunggu kamu disini. Uang ku hampir habis karna tergoda oleh para pedagang yang lalu lalang di sini".

Ya, aku selalu memanggilnya gendut. Padahal tubuhnya biasa saja. Dia tinggi, tapi tubuhnya termasuk kurus. Tapi aku lebih senang memanggilnya gendut.

"Chum chum, kamu ga kangen aku? di sms biasanya bilang, aku kangen kamu genduuut. Kapan ke sini. Sekarang, aku udah ada di depan mu. Tapi, kamu malah memarahi ku sambil cemberut. Mana senyumnya???" dia selalu menggoda ku dengan kata-kata ini.

Dasar penggoda, selalu saja bisa membuat ku kehilangan cemberutku dengan kata-katanya. Aku pun tersenyum sambil sedikit tertawa karenanya. Sudah jam 7 malam, dan dia belum mengantarkan ku pulang.

"Chum, makan dulu ya. Ga enak udah bawa kabur anak orang sampe jam segini, ntar kalo masuk angin, aku yang disalahin. Ntar mamah kamu ngelarang aku ketemu anaknya yang rakus ini lagi".
"Diiih, bisa aja silat lidahnya. Udah bawa kabur anak orang masih aja bilang rakus".
"Sudaaaaah, pegangan dulu sini. Ayooo kita cari makaaaan!!!"
Aku hanya diam sambil memeluknya, sudah lama aku tidak melihat punggungnya sedekat ini. Entah dia akan membawa aku dan si merah (motor kesayangannya) ini kemana.

Sekitar 15 menit kemudian aku sampai di sebuah tempat yang lumayan ramai. Aku fikir kami sudah sampai di tempat yang dia tuju. Tapi ternyata, dia hanya memarkirkan motornya disitu dan kami berjalan lagi.
"Genduuuuut, kamu kok nyari tempat makan aja sampe ribet gini sih? kenapa ga cari tempat makan di deket kita parkir tadi sih?"
"Iiiiih, anak siapa sih kamu? kok bawel banget pengen di ajak makan doang. Kamu pegang aja tangan aku jangan sampe lepas sambil kamu liatin aku. Pasti jatoooh" katanya sambil tertawa-tawa diatas penderitaan ku.
"Dasar genduuuuuuut....!!", aku pun mencubit pipinya dengan keras dan ia terlihat kesakitan dengan cubitan ku itu.

 Tiba-tiba dia berhenti dan mengajak ku masuk ke sebuah cafe. Cafe itu tidak terlihat mewah tapi ramai. Makanannya pun terlihat enak. Dia ternyata sudah memesan sebuah table yang berada di lantai 2, dan pemandangannya sangat indah. Pemandangan kota di malam hari, seperti sebuah lukisan lampu-lampu yang di atur dengan rapi. Dia membiarkan ku duduk terlebih dahulu, dia menarikan bangku untuk ku. Tapi aku malah tidak nyaman dengan cara itu.

"Mau pesen apa chum chum??"
"Hemmmm....., steak aja deh. Aku mau diet", jawab ku sambil tertawa.
"Dietnya aja kaya gini, apalagi kalo ga diet??"
"Kalo ga diet, aku makan orang".

Gantian dia yang mencubit pipiku kali ini, lumayan sakit juga ternyata. Dia memesan makanan yang sama seperti ku ditambah ice cappucino untuk ku, dan cappucino hangat untuknya.

Kami mengobrol banyak saat itu, termasuk bicara serius tentang hubungan kami selama ini. Kami memang sudah bicara dari awal bahwa kami tidak pacaran seperti anak kecil, kami berpacaran untuk mencari pasangan seumur hidup. Dia tidak ingin bermain-main lagi dalam berpacaran, katanya "kita bukan lagi anak yang berumur 15 tahun yang berpacaran untuk main-main. Tapi umur kita sudah menginjak kepala 2, aku ingin mencari pasangan hidup".

Makanan kami sudah habis, dan sekarang dia meninggalkan aku sendirian. Tidak lama, dia kembali sambil membawa bunga mawar, entahlah ia mambelinya dimana. Lalu dia, mengajakku berdiri dan menggenggam tanganku dengan lembut.

"Chum chum, kita dah kenal selama 5 tahun dan kita juga udah pecaran selama 3 tahun. Itu cukup bagiku untuk memahami sifat mu. Aku ingin menghabiskan sisa hidupku bersama mu. Kamu mau ga nikah sama aku?? Kamu mau ga jadi istri aku?" katanya sambil nyodorin cincin ke arah tangan ku.
Entah, apa yang ada dalam pikirannya saat itu. Aku hanya bisa diam melihatnya, dan sedikit malu karna semua orang melihat ke arah kami. Aku terkejut dengan apa yang barusan dia ucapkan. Kaget, malu, gembira, dan terharu semua jadi satu.

"Genduuut, kamu malu-maluin. Tapi, makasih yah. Makasih, kamu berani ngungkapin ini semua di muka umum. Aku mau ko jadi istri kamu, aku mau menemani mu sampai sisa hidupku. Aku akan menikah dengan mu", jawab ku sambil tersenyum bahagia. Lalu aku berbisik padanya "abis ini kita pulang ya. Aku malu diliatin orang-orang disini".

 Dia lalu memasukan cincin itu ke jari ku, lalu memelukku sambil berkata. "Makasih, sayang. Aku cinta kamu. Pulang dari sini kita ke KUA ya....." candanya sekali lagi, aku pun mencupit pelan pinggangnya. Semua orang bertepuk tangan tanpa kami minta, dan tersenyum pada kami. Aku tak ingin berdiri di sana lama-lama. Lalu kami pun meninggalkan cafe itu dengan muka penuh bahagia.

Hari ini benar-benar menjadi kejutan terindah bagi ku. Dia memang sering membicarakan soal pernikahan pada ku. Tapi aku tidak pernah menanggapinya dengan serius, tapi kali ini dia membuktikan pada ku tentang apa yang ia ucapkan, dan aku menanggapinya dengan sangat serius. Aku bersyukur pada Tuhan, karena telah memberikan kekasih seperti dia. Dan aku juga yakin, wanita adalah tulang rusuk laki-laki dan tulang rusuk tidak pernah tertukar. Dan aku adalah tulang rusuknya.

Dia benar, semua akan indah pada waktunya. Walaupun kami sering tidak bertemu, tapi kami tetap sepasang kekasih, dan jika kami yakin. Kami akan mampu melewati semuanya. Semua karna keyakinan.

4 komentar: